Langsung ke konten utama

“Pemimpin” vs Ilmuan. Masih Relevankah..?


Ir. Soekarno merupakan salah seorang deklarator bangsa ini yang dikenal dengan narasi/orasi dan kharisma beliau yang mampu membangkitkan para pejuang dan berbagai lintas generasi bangsa ini. sehingga tidak salah jika beliau disebut seorang narator ulung terbaik. Berbeda halnya dengan Prof. Dr. Muhammad Hatta yang juga merupakan salah seorang ilmuan, pendidik, konseptor dan seorang deklarator bangsa ini,  dengan latar belakang konsep seorang ekonom yang khas melekat dalam dirinya.

Ir. Soekarno dan Prof. Dr. muhammad Hatta mereka berdua kita kenal dengan “konsep dwitunggal” yang sangat berjasa meletakan dasar perjuangan dan arah politik bangsa ini. Namun dwitunggal ini tidak berjalan lama, karna ditahun 1956 (11 tahun indonesia merdeka) hatta mengundurkan diri dengan perbedaan pandangan yang sudah lumrah terjadi (yang kontroversi menjadi sejarah kelam negeri ini). Kita tidak bisa urai dan tidak sedang mengkaji siapa yang benar dan kenapa mereka berpisah. Namun, hakikatnya adalah jika mengacu kenapa mereka disebut “dwitunggal” karna kelebihan dan kekurangan mereka dilebur menjadi satu kesatuan yang utuh.

Selain pecahnya “konsep dwitunggal” yang juga menjadi sejarah kelam dari perjalanan republik ini. Dimana sejarah juga mencatat Prof. Bj. Habibie yang merupakan seorang yang jenius, cerdas dan konsep kebijakan mereka yang jelas namun menjadi korban dari sistem politik saat itu. Dalam politik tidaklah salah dan hal biasa-biasa saja dari sejarah serta peristiwa yang telah terjadi, karna didalam itu sangat banyak kepentingan yang dianut. Namun jika kita runut peristiwa setelah orde lama, orde baru, dan pasca setelah reformasi. kita mengabaikan konsep dan hakikat itu, karna kita hanya melihat pemimpin dalam perspektif yang kecil saja seperti “pelayan masyarakat” semata. siapa yang bisa melayani, berkomunikasi, dan memenuhi “kebutuhan” mereka saat itu. kebanyakan Itulah bagian dari yang mereka dambakan untuk menjadi pemangku kebijakan atau menjadi pemimpin bagi kita. Sehingga banyak ilmuan menjadi korban dari ini semua, karna kekurangan dari ilmuan banyak dari “mereka” yang tidak memiliki akses untuk bersentuhan dan berinteraksi langsung dengan masyarakat dengan intensistas komunikasi yang dijalin seperti politisi saat ini. 

Peristiwa panjang negeri ini setidaknya harus ada yang kita bawa dan membuat paradigma baru bagi kita dalam menentukan arah politik negeri ini. Dan juga sudah sepatutnya kita ambil sebuah konsep baru dalam diri para founding father negeri ini bahwa “Pemimpin besar dilahirkan dengan kapasistas intelektualnya sebagai konseptor, secara moral sebagai murobbi (pendidik), maupun secara sosial politik sebagai pemimpin jama’ah”.

Ir.Soekarno, Moh. hatta, sutan syahrir, Buya Hamka, agus salim, dll. mereka menyatu saat itu dalam satu kepentingan bangsa dan tanah air ini, sehingga jadilah NKRI saat itu. itulah kenapa perlunya kebijakan itu lahir dengan konsep, narasi, dan perumusan  yang matang untuk mampu melahirkan kebijakan2 yang baik dalam diri seorang pemimpin. Bukan malah menciptakan ruang pemisah antara ilmuan vs “pemimpin” (politisi) karna mereka harus padu dalam kebijakan yang dirumuskan oleh seorang pemimpin. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tri Suryadi, S.E (Wali Feri) Pemimpin Cerdas Yang Lahir Dari Akar Rumput (Grass Root)

Tri Suryadi, S.E yang akrab disebut “Wali Feri” merupakan sosok yang saat ini menjadi buah bibir hampir disemua lapisan masyarakat Padang Pariaman, ketokohan dan sosok beliau dianggap cocok dalam memimpin daerah yang dijuluki "Piaman Laweh" itu kedepan. Kecerdasan, Kesantunan dan Karakter yang kuat dalam diri beliau, membuat dia mudah menyatu dan diterima dalam semua kalangan serta lapisan masyarakat. Tri Suryadi, S.E merupakan tokoh dan seorang politisi muda yang cerdas, kritis, dan berkararkter kuat. Kecerdasan dan karakter beliau yang khas ditengah-tengah masyarakat bukanlah terlahir secara “instan” begitu saja dan semua itu juga diakui oleh kawan dan "lawan" politiknya dipadang pariaman, karna sebelum seperti sekarang ini sosok seorang Wali Feri memanglah benar-bernar terlahir dari akar rumput (grass root). Wali Feri saat ini juga aktif sebagai Mahasiswa Magister Sosial Politik Unand,  beliau sempat merantau kenegeri orang sebelum memutuskan pulang kam

"Minang" Pai, Tingga "Kabau" (isu kontemporer peradapan minang dan islam)

Oleh: AznilM Adat basandi syarak, syarak basandi khitabulah (Adat Bersendi Syarak,Syarak Bersendi Kitabullah), merupakan kerangka filosofis orang Minangkabau yang menjadikan islam sebagai landasan utama dalam kehidupan sosial dan kelembagaan masyarakat minangkabau selama ini. Namun nilai-nilai dan filosofi itu sendiri sudah mulai tergerus dan terkiris oleh sebagian oknum  pemuka adat/pemerintahan yang tidak menjadikan lagi "surau (mesjid)" sebagai lembaga tertinggi dalam mempertahankan peradaban minang dan islam dimasa yang akan datang. Banyak kita temukan masjid yang kosong (kecuali Jum'at) di daerah tertentu, bahkan azan pun tidak ada. dan juga banyak kita temukan oknum pemuka adat/pemerintahan, serta generasi muda yang tidak menunjukan karakter positif dan jauh dari syariat agama. Miris memang..! Mereka berbicara adat hanya dalam tatanan "bajenjang naiak, batanggo turun" (dalam sebuah organisasi yg sifatnya struktural atau hanya cara adat/perkawi